Khutbah Jumat: Mencintai Keimanan dan Membenci Kemaksiatan
Mencintai Keimanan dan Membenci Kemaksiatan ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 25 Muharram 1443 H / 3 September 2021 M.
Khutbah Pertama – Mencintai Keimanan dan Membenci Kemaksiatan
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kepada umat Islam bahwa di tengah-tengah kita ada peninggalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ…
“Ketahuilah oleh kalian bahwasanya pada diri kalian ada Rasulullah…” (QS. Al-Hujurat[49]: 7)
Kata Al-Imam Ibnu Katsir, ketahuilah oleh kalian bahwa pada diri kalian ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka hormatilah, agungkanlah, beradablah terhadapnya. Karena sesungguhnya ia lebih tahu dari kalian tentang apa saja yang maslahat untuk kalian. Ia lebih sayang kepada kalian daripada sayangnya kalian kepada diri kalian sendiri.
Sebagaimana Allah berfirman:
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنفُسِهِمْ…
“Nabi itu lebih layak untuk diikuti oleh kaum mukminin dari mengikuti diri mereka sendiri…” (QS. Al-Ahzab[33]: 6)
Di sini Allah mengingatkan bahwa pada diri kita ada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah telah meninggal dunia, tapi ada sunnahnya. Rasulullah telah meninggalkan kepada kita dua warisan yang agung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku tinggalkan untuk kalian dua perkara. Siapa saja yang berpegang kepada keduanya ia tidak akan pernah tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Imam Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi)
Maka agungkanlah keduanya, pelajarilah oleh kita bersungguh-sungguh, jagalah adab kita kepada Al-Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jangan sampai mendahulukan pendapat siapapun di atas pendapat Allah dan RasulNya.
Kemudian Allah berfirman setelahnya:
…لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِّنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ …
“Kalaulah Rasulullah menaati kalian dalam banyak perkara, kalian akan susah.”
Sebagaimana juga Allah berfirman:
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ…
“Kalaulah kebenaran mengikuti hawa nafsu manusia, maka akan terjadilah kerusakan di langit dan di bumi…” (QS. Al-Mu’minun[23]: 71)
Allah mengingatkan bahwa kalau Rasulullah mengikuti kalian, maka kalian akan binasa. Oleh karena itu kewajiban kalian adalah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Karena ia lebih tahu dari kalian tentang jalan yang menunjukkan kita ke dalam surga, tentang kemaslahatan hidup kita di dunia dan akhirat, tentang apa saja perkara yang diridhai oleh Allah atau dimurkai olehNya.
Maka kewajiban kita adalah untuk benar-benar menghormati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Lalu Allah berfirman:
وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Akan tetapi Allah menjadikan kalian mencintai keimanan, dan Allah hiaskan keimanan pada hati-hati kalian, dan Allah jadikan kalian benci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Merekalah orang-orang yang terbimbing hidupnya.”
Ketika Allah mengingatkan para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya pada diri mereka ada Rasulullah, maka kewajiban kalian mengikuti Rasulullah, bukan Rasulullah mengikuti keinginan kalian. Maka kemudian Allah memberikan kepada para sahabat sebuah kenikmatan yang sangat besar, yaitu dijadikan hati mereka cinta kepada keimanan, dihiaskan keimanan di hati mereka, dan dijadikan mereka benci kepada kemaksiatan, mereka tidak suka kepada kekafiran.
Lalu Allah menyebutkan bahwasanya mereka adalah orang yang berakal, orang yang lurus diatas hidayah. Maka sudahkah dijadikan hati kita cinta kepada keimanan? Sudahkah dihiaskan keimanan oleh Allah di hati kita? Sehingga tidak ada yang lebih kita cintai kecuali keimanan dan ketaatan. Ataukah ternyata keimanan dan ketaatan terasa berat di hati-hati kita? Ternyata ada sesuatu yang lebih kita cintai dari keimanan. Ternyata ibadah tidak terhias di hati kita, ternyata dzikir kepada Allah tidak terasa nikmat di lisan dan hati kita, ternyata kita lebih menyukai nyanyian, musik dan yang lainnya yang semua itu melalaikan kita dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Demi Allah, tidak ada satupun kenikmatan yang lebih besar dari ini, yaitu dijadikan seseorang mencintai keimanan lalu dihiaskan keimanan itu di hatinya. Orang seperti ini akan merasakan kenikmatan ibadah kepada Allah, bahkan lebih besar kenikmatannya dibandingkan dengan kenikmatan dunia.
وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ
“Dan Allah jadikan kalian membenci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan.”
Subhanallah.. Ketika di hati kita ada kebencian kepada maksiat, berarti iman masih ada di hati kita. Tapi ketika kita sudah tidak ada kebencian kepada maksiat, Nabi bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ
“Siapa yang melihat kemungkaran, maka ubah dengan tangannya, apabila tidak mampu ubah dengan lisannya, apabila tidak mampu ubah dengan hatinya.”
Kalau ternyata hati tidak bisa juga, apa kata Rasulullah?
وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
“Dan di belakang itu tidak ada lagi sebesar biji sawi keimanan.” (HR. Muslim)
Artinya ketika di hati seseorang sudah tidak ada pengingkaran kepada maksiat, hatinya tidak lagi mengingkari maksiat, tidak benci kepada maksiat, berarti seperti yang Rasulullah sebutkan, tidak ada dibelakangnya sebesar biji sawi keimanan.
Maka nikmat besar yang Allah berikan kepada para sahabat, generasi yang sangat utama, generasi yang paling utama, yaitu dijadikan hati mereka cinta kepada keimanan, dihiaskan iman di hati mereka, dan dijadikan mereka benci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiatan. Dan Allah menyebutkan merekalah orang-orang yang tertunjuki, orang-orang yang berakal, orang-orang yang lurus diatas jalan kebenaran.
Khutbah Jumat kedua – Mencintai Keimanan dan Membenci Kemaksiatan
Sudah kita sebutkan tadi bahwa di antara kenikmatan yang besar yaitu dijadikan hati kita benci kepada kemaksiatan. Namun terkadang kebencian kepada pelaku maksiat tidak harus kita perlihatkan. Terkadang kita harus berlemah-lembut kepada pelaku maksiat, agar ia mau ingat atau takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Inilah Allah mengirim Nabi Musa dan dan Harun kepada manusia yang sangat rusak aqidahnya, yaitu Firaun yang mengaku dirinya Tuhan. Allah mengatakan:
اذْهَبَا إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ ﴿٤٣﴾ فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ ﴿٤٤﴾
“Pergilah kalian berdua kepada Firaun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Dan ucapkan kepadanya dengan ucapan yang lemah-lembut supaya ia mau ingat atau takut.” (QS. Tha-ha[20]: 43)
Pastinya Nabi Musa benci kepada Firaun karena kekafirannya, akan tetapi ternyata Allah menyuruh Nabi Musa untuk memperlihatkan kelembutan di dalam berbicara kepada Firaun.
Abu Darda Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu berkata: “Kami terkadang harus tersenyum kepada orang-orang yang hati kami melaknat dia karena kami khawatir Allah telungkupkan ia ke dalam neraka jahanam.”
Download mp3 Khutbah Jumat
Podcast: Play in new window | Download
Jangan lupa untuk ikut membagikan link download “Mencintai Keimanan dan Membenci Kemaksiatan” ini kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau yang lainnya. Semoga menjadi pembukan pintu kebaikan bagi kita semua.
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50644-khutbah-jumat-mencintai-keimanan-dan-membenci-kemaksiatan/